Selasa, 12 Februari 2013

Kesehatan Reproduksi

Artikel Kesehatan Reproduksi merupakan salah satu artikel kesehatan yang sangat penting dibaca oleh setiap manusia khususnya bagi para perempuan. Dengan membaca artikel kesehatan reproduksi akan memberikan informasi yang sangat bermanfaat bagi kesehatan reproduksi perempuuan ketika mereka telah berumah tangga. Tentunya setiap perempuan memiliki keinginan untuk menjadi seorang ibu.

Seksualitas dan kesehatan reproduksi remaja didefinisikan sebagai keadaan sejahtera fisik dan psikis seorang remaja, termasuk keadaan terbebas dari kehamilan yang tak dikehendaki, aborsi yang tidak aman, penyakit menular seksual (PMS) ter-masuk HIV/AIDS, serta semua bentuk kekerasan dan pemaksaan seksual (FCI, 2000).
Artikel Kesehatan Reproduksi : Mengapa Kesehatan Reproduksi Remaja Sangat Penting?


Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan. Banyak sekali life events yang akan terjadi yang tidak saja akan menentukan kehidupan masa dewasa tetapi juga kualitas hidup generasi berikutnya sehingga menempatkan masa ini sebagai masa kritis.


Di negera-negara berkembang masa transisi ini berlangsung sangat cepat. Bahkan usia saat berhubungan seks pertama ternyata selalu lebih muda daripada usia ideal menikah (Kiragu, 1995:10, dikutip dari Iskandar, 1997).

Pengaruh informasi global (paparan media audio-visual) yang semakin mudah diakses justru memancing anak dan remaja untuk mengadaptasi kebiasaan-kebiaasaan tidak sehat seperti merokok, minum minuman berakohol, penyalahgunaan obat dan suntikan terlarang, perkelahian antar-remaja atau tawuran (Iskandar, 1997). Pada akhirnya, secara kumulatif kebiasaan-kebiasaan tersebut akan mempercepat usia awal seksual aktif serta mengantarkan mereka pada kebiasaan berperilaku seksual yang berisiko tinggi, karena kebanyakan remaja tidak memiliki pengetahuan yang akurat mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas serta tidak memiliki akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi, termasuk kontrasepsi.


Kesehatan Reproduksi



Kebutuhan dan jenis risiko kesehatanreproduksi yang dihadapi remaja mempunyai ciri yang berbeda dari anak-anak ataupun orang dewasa. Jenis risiko kesehatan reproduksi yang harus dihadapi remaja antara lain adalah kehamilan, aborsi, penyakit menular seksual (PMS), ke-kerasan seksual, serta masalah keterbatasan akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan. Risiko ini dipe-ngaruhi oleh berbagai faktor yang saling berhubungan, yaitu tuntutan untuk kawin muda dan hubungan seksual, akses terhadap pendidikan dan pekerjaan, ketidaksetaraan jender, kekerasan seksual dan pengaruh media massa maupun gaya hidup.
Khusus bagi remaja putri, mereka kekurangan informasi dasar mengenai keterampilan menegosiasikan hubungan seksual dengan pasangannya. Mereka juga memiliki kesempatan yang lebih kecil untuk mendapatkan pendidikan formal dan pekerjaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kemampuan pengambilan keputusan dan pemberdayaan mereka untuk menunda perkawinan dan kehamilan serta mencegah kehamilan yang tidak dikehendaki (FCI, 2000). Bahkan pada remaja putri di pedesaan, haid pertama biasanya akan segera diikuti dengan perkawinan yang menempatkan mereka padarisiko kehamilan dan persalinan dini (Hanum, 1997:2-3).

Kadangkala pencetus perilaku atau kebiasaan tidak sehat pada remaja justru adalah akibat
ketidak-harmonisan hubungan ayah-ibu, sikap orangtua yang menabukan pertanyaan anak/remaja tentang fungsi/proses reproduksi dan penyebab rangsangan seksualitas (libido), serta frekuensi tindak kekerasan anak (child physical abuse).

Mereka cenderung merasa risih dan tidak mampu untuk memberikan informasi yang memadai mengenai alat reproduksi dan proses reproduksi tersebut. Karenanya, mudah timbul rasa takut di kalangan orangtua dan guru, bahwa pendidikan yang menyentuh isu perkembangan organ reproduksi dan fungsinya justru malah mendorong remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah (Iskandar, 1997).

Kondisi lingkungan sekolah, pengaruh teman, ketidaksiapan guru untuk memberikan pendidikan kesehatan reproduksi, dan kondisi tindak kekerasan sekitar rumah tempat tinggal juga berpengaruh (O’Keefe, 1997: 368-376).

Remaja yang tidak mempu-nyai tempat tinggal tetap dan tidak mendapatkan perlin-dungan dan kasih sayang orang tua, memiliki lebih banyak lagi faktor-faktor yang berkontribusi, seperti: rasa kekuatiran dan ketakutan yang terus menerus, paparan ancaman sesama remaja jalanan, pemerasan, penganiayaan serta tindak kekerasan lainnya, pelecehan seksual dan perkosaan (Kipke et al., 1997:360-367). Para remaja ini berisiko terpapar pengaruh lingkungan yang tidak sehat, termasuk penyalahgunaan obat, minuman beralkohol, tindakan kriminalitas, serta prostitusi (Iskandar, 1997).

Artikel Kesehatan Reproduksi : Pelayanan Kesehatan Reproduksi bagi Remaja
Pilihan dan keputusan yang diambil seorang remaja sangat tergantung kepada kualitas dan kuantitas informasi yang mereka miliki, serta ketersediaan pelayanan dan kebijakan yang spesifik untuk mereka, baik formal maupun informal (Pachauri, 1997).

Sebagai langkah awal pencegahan, peningkatan pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi harus ditunjang dengan materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang tegas tentang penyebab dan konsekuensi perilaku seksual, apa yang harus dilakukan dan dilengkapi dengan informasi mengenai saranan pelayanan yang bersedia menolong seandainya telah terjadi kehamilan yang tidak diinginkan atau tertular ISR/PMS. Hingga saat ini, informasi tentang kesehatan reproduksi disebarluaskan dengan pesan-pesan yang samar dan tidak fokus, terutama bila mengarah pada perilaku seksual (Iskandar, 1997).

Di segi pelayanan kesehatan, pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana di Indonesia hanya dirancang untuk perempuan yang telah menikah, tidak untuk remaja. Petugas kesehatan pun belum dibekali dengan kete-rampilan untuk melayani kebutuhan kesehatan reproduksi para remaja (Iskandar, 1997).

Jumlah fasilitas kesehatan reproduksi yang menyeluruh untuk remaja sangat terbatas. Kalaupun ada, pemanfaatannya relatif terbatas pada remaja dengan masalah kehamilan atau persalinan tidak direncanakan. Keprihatinan akan jaminan kerahasiaan (privacy) atau kemampuan membayar, dan kenyataan atau persepsi remaja terhadap sikap tidak senang yang ditunjukkan oleh pihak petugas kesehatan, semakin membatasi akses pelayanan lebih jauh, meski pelayanan itu ada. Di samping itu, terdapat pula hambatan legal yang berkaitan dengan pemberian pelayanan dan informasi kepada kelompok remaja (Outlook, 2000).

Karena kondisinya, remaja merupakan kelompok sasaran pelayanan yang mengutamakan privacy dan confidentiality (Senderowitz, 1997a:10). Hal ini menjadi penyulit, mengingat sistem pelayanan kesehatan dasar di Indonesia masih belum menempatkan kedua hal ini sebagai prioritas dalam upaya perbaikan kualitas pelayanan yang berorientasi pada klien.

Sebuah survei terbaru terhadap 8084 remaja laki-laki dan remaja putri usia 15-24 tahun di 20 kabupaten pada empat propinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung) menemukan 46,2% remaja masih menganggap bahwa perempuan tidak akan hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan seks. Kesalahan persepsi ini sebagian besar diyakini oleh remaja laki-laki (49,7%) dibandingkan pada remaja putri (42,3%) (LDFEUI & NFPCB, 1999a:92).
Dari survei yang sama juga didapatkan bahwa hanya 19,2% remaja yang menyadari peningkatan risiko untuk tertular PMS bila memiliki pasangan seksual lebih dari satu. 51% mengira bahwa mereka akan berisiko tertular HIV hanya bila berhubungan seks dengan pekerja seks komersial (PSK) (LDFEUI & NFPCB, 1999b:14).

Artikel Kesehatan Reproduksi : Sumber Informasi Kesehatan Reproduksi
Remaja seringkali merasa tidak nyaman atau tabu untuk membicarakan masalah seksualitas dan kesehatan reproduksinya. Akan tetapi karena faktor keingintahuannya mereka akan berusaha untuk mendapatkan informasi ini. Seringkali remaja merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah seks sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman atau media massa.

Kebanyak orang tua memang tidak termotivasi untuk memberikan informasi mengenai seks dan kesehatan reproduksi kepada remaja sebab mereka takut hal itu justru akan meningkatkan terjadinya hubungan seks pra-nikah. Padahal, anak yang mendapatkan pendidikan seks dari orang tua atau sekolah cenderung berperilaku seks yang lebih baik daripada anak yang mendapatkannya dari orang lain (Hurlock, 1972 dikutip dari Iskandar, 1997).

Keengganan para orang tua untuk memberikan informasi kesehatan reproduksi dan seksualitas juga disebabkan oleh rasa rendah diri karena rendahnya pengetahuan mereka mengenai kesehatan reproduksi (pendidikan seks). Hasil pre-test materi dasar Reproduksi Sehat Anak dan Remaja (RSAR) di Jakarta Timur (perkotaan) dan Lembang (pedesaan) menunjukkan bahwa apabila orang tua merasa meiliki pengetahuan yang cukup mendalam tentang kesehatan reproduksi, mereka lebih yakin dan tidak merasa canggung untuk membicarakan topik yang berhubungan dengan masalah seks (Iskandar, 1997:3). Hambatan utama adalah justru bagaimana mengatasi pandangan bahwa segala sesuatu yang berbau seks adalah tabu untuk dibicarakan oleh orang yang belum menikah (Iskandar, 1997:1).

Artikel Kesehatan Reproduksi : Sikap Remaja terhadap Kesehatan Reproduksi
Responden survei remaja di empat propinsi yang dilakukan pada tahun 1998 memperlihatkan sikap yang sedikit berbeda dalam memandang hubungan seks di luar nikah. Ada 2,2% responden setuju apabila laki-laki berhubungan seks sebelum menikah. Angka ini menurun menjadi 1% bila ditanya sikap mereka terhadap perempuan yang berhubungan seks sebelum menikah. Jika hubungan seks dilakukan oleh dua orang yang saling mencintai, maka responden yang setuju menjadi 8,6%. Jika mereka berencana untuk menikah, responden yang setuju kembali bertambah menjadi 12,5% (LDFEUI & NFPCB, 1999a:96-97).

Sebuah studi yang dilakukan LDFEUI di 13 propinsi di Indonesia (Hatmadji dan Rochani, 1993) menemukan bahwa sebagian besar responden setuju bahwa pengetahuan mengenai kontrasepsi sudah harus dimiliki sebelum menikah.

Artikel Kesehatan Reproduksi : Perilaku Seksual Remaja
Survei remaja di empat propinsi kembali melaporkan bahwa ada 2,9% remaja yang telah seksual aktif. Persentase remaja yang telah mempraktikkan seks pra-nikah terdiri dari 3,4% remaja putra dan 2,3% remaja putri (LDFEUI & NFPCB,
 
1999:101). Sebuah survei terhadap pelajar SMU di Manado, melaporkan persentase yang lebih tinggi, yaitu 20% pada remaja putra dan 6% pada remaja putri (Utomo, dkk., 1998).
Sebuah studi di Bali menemukan bahwa 4,4% remaja putri di perkotaan telah seksual aktif. Studi di Jawa Barat menemukan perbedaan antara remaja putri di perkotaan dan pedesaan yang telah seksual aktif yaitu berturut-turut 1,3% dan 1,4% (Kristanti & Depkes, 1996: Tabel 8b).

Sebuah studi kualitatif di perkotaan Banjarmasin dan pedesaan Mandiair melaporkan bahwa interval 8-10 tahun adalah rata-rata jarak antara usia pertama kali berhubungan seks dan usia pada saat menikah pada remaja putra, sedangkan pada remaja putri interval tersebut adalah 4-6 tahun (Saifuddin dkk, 1997:78).

Tentu saja angka-angka tersebut belum tentu menggambarkan kejadian yang sebenarnya, mengingat masalah seksualitas termasuk masalah sensitif sehingga tidak setiap orang bersedia mengungkapkan keadaan yang sebenarnya. Oleh karena itu, tidaklah mengejutkan apabila angka sebenarnya jauh lebih besar daripada yang dilaporkan.

Daftar Pustaka

Iskandar, Meiwita B. "Hasil Uji Coba Modul Reproduksi Sehata Anak & Remaja untuk Orang Tua." Makalah pada Lokakarya Penyusunan Rencana Pengembangan Media, diselenggarakan oleh PKBI, Jakarta, 20-21 Mei 1997.

Kristanti, Ch. M dan Depkes. Status Kesehatan Remaja Propinsi Jawa Barat dan Bali:
Laporan Penelitian 1995/1996. Jakarta: Depkes-Binkesmas-Binkesga, 1996.
LDFEUI dan NFPCB. Baseline Survey of Young Adult Reproductive Welfare in Indonesia 1998/1999 Book I. Jakarta: LDFEUI dan NFPCB, Juli 1999a.
LDFEUI dan NFPCB. Baseline Survey of Young Adult Reproductive Welfare in Indonesia 1998/1999. Executive Summary and Recommendation Program. Jakarta: LDFEUI dan NFPCB, Juli 1999b.
Rosdiana, D. Pokok-Pokok Pikiran Pendidikan Seks untuk Remaja. Dalam N. Kollman (ed). Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, 1998:9-20.
Saifuddin, A. F., dkk. Perilaku Seksual Remaja di Kota dan di Desa: Kasus Kalimantan
Selatan. Depok: Laboratorium Antropologi, FISIP-UI, 1997.

Testimony Seputar STIKes Ganesha Husada Kediri

Mohammad Bayu Noer Raya:
" STIKes Ganesha Husada Kediri itu keren, cool, cewek cowoknya cantik - cantik dan tampan - tampan dan semuanya memiliki kepribadian yang unggul dan kompetensi yang handal di bidang kesehatan..."

Arif Budianto:
"InsyaAlloh anda akan puasssssss bergabung dengan STIKes Ganesha Husada Kediri, pokoke Ganesha pancen O Ye..."

I Wayan Tri Sulaksana Giri:
"Di Stikes Ganesha, tenaga pengajarnya top abis dari para pakar dan profesional di bidangnya yang bekerja di institusi terkemuka, metode pembelajaran yang mudah dipahami dan didukung ruang belajar yang nyaman, STIKes Ganesha SIAP MEMBUKTIKAN......"

Ayu Purwanti :
" STIKES GANESHA itu pancen OKe.... Hard skill dan Soft skill dibangun secara berimbang sehingga para lulusannya siap menjadi para pemimpin di masa depan..."

Bahtra Sikas :
" Dengan belajar di Stikes Ganesha Husada, saya siap membuka Stikes di Ruteng NTT...."

Dessy Wulandari :
" Saya sungguh puas belajar di Stikes Ganesha dan Siap mengabdi di Masyarakat.."

Binti Malikah :
" I love U pak Edi Santoso....."

Ervi Nur :
" Fasilitas Belajar di Stikes Ganesha sangat Lengkap, ada wifi ada juga ebook offline jadi gak repot-repot beli buku dech.... "

Diyan Nur :
" Stikes Ganesha Husada telah mengukir jiwa dan ragaku menjadi seorang profesional yang tangguh di bidang kesehatan..."

Rendy Setiawan :
" Welcome to Dunia para Pendekar Kesehatan, bagi yang tidak tangguh silahkan menyingkir yang JAUH...."

Ana Laila Tunnafiyah :
" Berkat Stikes Ganesha Husada Kediri saya bisa melalukan pertolongan persalinan dengan Hypnobirthing sehingga saya menjadi bidan favorit di masyarakat..."

All Team Classmeeting 2013:
" Classmeeting memang sungguh menjadi moment yang mengasyikkan dan tak kan terlupakan sepanjang hayat... Ayo Stikes Lain.... Contohlah STIKes Ganesha Husada...."

Visi dan Misi STIkes Ganesha Husada Kediri


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan GANESHA HUSADA
Jalan Soekarno Hatta, Budaya Cipta II, No 2, Kediri Jawa Timur
Telp. 0354-689 951, 085 645 875 454, 081 259 755 699


 
VISI DAN MISI
STIKES GANESHA HUSADA KEDIRI

VISI

Menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Swasta yang terbaik di wilayah Jawa Timur yang akan menghasilkan tenaga kesehatan yang professional, siap pakai dan mampu bersaing di dunia kerja di tingkat Nasional.

MISI

  1. Menyelenggarakan pendidikan tinggi guna menghasilkan tenaga kesehatan yang memiliki kepribadian yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa pancasila, mampu membelajarkan diri, memiliki wawasan yang luas, memiliki disiplin dan etika keprofesian, sehingga menjadi tenaga kesehatan dan profesional yang tangguh dan mampu bersaing di tingkat nasional, dan memiliki intergritas kepribadian yang dapat dibanggakan.
  2. Menyelenggarakan penelitian ilmiah di berbagai bidang khususnya bidang kesehatan guna meningkatkan kesejahteraan dan status kesehatan masyarakat.
  3. Melaksanakan kerja sama lintas sektoral dalam bidang tridarma perguruan tinggi di bidang kesehatan guna meningkatkan mutu lulusan.
  4. Membentuk manusia jujur, berdisiplin, bertanggung jawab dan menghargai pendapat orang lain.
  5. Mempunyai kemampuan dalam pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan konsep pemecahan dengan menggunakan metode ilmiah.


VISI DAN MISI
STIKES GANESHA HUSADA KEDIRI
PRODI S1 KEPERAWATAN


VISI

Menjadi institusi pendidikan keperawatan yang menghasilkan perawat profesional, berorientasi pada perkembangan IPTEK sesuai kebutuhan masyarakat regional dan nasional serta memiliki kemampuan di bidang entrepreneurshipdalam keperawatan dengan berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, berazaskan Pancasila, dan etika keperawatan tanhun 2015.

MISI

  1. Menyelenggarakan pendidikan keperawatan profesional yang menghasilkan SDM yang mempunyai kemempuan profesional keperawatan ( intelektual, teknikal, dan interpersonal) dan mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif dalam menyelesaikan masalah kesehatan atau keperawatan: individu, keluarga, dan masyarakatmelalui pendekatan proses keperawatan.
  2. Memiliki kemampuan Entrapreneurship dalam keperawatan dengan berlandaskan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, berazaskan Pancasila, dan etika keperawatan.
  3. Menghasilkan tenaga keperawatan yang mampu bersaing dengan SDM lulusan Regional, Nasional.
  4. Menyelenggarakan Penelitian dibidang Keperawatan guna meningkatkan status kesehatan.
  5. Menyelenggarakan Pengabdian Kepada masyarakat dengan mengikutsertakan masyarakat dalam menghadapi masalah kesehatan serta mengambil keputusan  yang diutamakan upaya preventif dan promrtif.


VISI DAN MISI
STIKES GANESHA HUSADA KEDIRI
PRODI D-III KEBIDANAN


VISI

Menjadi Institusi Pendidikan Kebidanan dengan unggulan Hypnobrthing dan menghasilkan tenaga bidan yang profesional, siap pakai dan mampu bersaing di dunia kerja di tingkat nasional tahun 2015. 


MISI
  1. Menyelenggarakan Pendidikan Tinggi Guna menghasilkan tenaga bidan yang memiliki kepribadian yang taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berjiwa Pancasila, mampu membelajarkan diri, memiliki wawasan yang luas, memiliki disiplin dan etika keprofesian, sehingga menjadi tenaga kesehatan dan profesional yang tangguh dan mampu bersaing di tingkat nasional, dan memiliki intregritas kepribadian yang dapat dibanggakan.
  2. Mengembangkan Penelitian Ilmiah di berbagai bidang khusunya bidang kesehatan guna Meningkatkan Kesejahteraan Ibu dan Bayi.
  3. Berperan aktif dalam mendidik masyarakat untuk meningkatkan taraf kesehatan.
  4. Melaksanakan Kerjasama Lintas Sektoral dalam bidang Tri Darma Perguruan Tinggi guna meningkatkan mutu lulusan.
  5. Membentuk manusia jujur, berdisiplin, bertanggung jawab dan menghargai pendapat irang lain.
  6. Mempunyai kemapuan dalam pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan konsep pemecahan dengan menggunakan metode ilmiah.